“Coba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya.” Maka firman-Nya kepadanya: “Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu.” (Kej. 15:5)
Pekerjaan yang paling tidak mengenakkan adalah menunggu. Ini yang terjadi dalam rumah tangga Abraham dan Sara. Tuhan sudah berjanji akan menjadikan Abraham sebagai bangsa yang besar, bahkan secara jelas janji tentang keturunan yang tak terhitung banyaknya (Kej. 15:5). Dalam perjalanan penantian yang sudah sepuluh tahun tapi tidak kunjung datang janji itu, membuat Sara mengambil jalan pintas, yaitu dengan memberikan Hagar sebagai isteri Abraham dengan harapan Sara bisa menggendong momongan. Ketika Sara bertindak di luar rencana Tuhan, maka persoalan bertambah rumit (Kej. 16:3-5).
Pada waktu kita memperoleh janji Tuhan, atau ketika kita berdoa dan mempercayai bahwa Tuhan akan membuat mujizat, maka ada jarak dalam menanti penggenapan janji Tuhan. Berapa lama? Seminggu? Sebulan? Atau setahun? Yang penting bagi kita bukan kapan, tetapi bagaimana respon kita saat kita menanti janji Tuhan tersebut.
Banyak orang Kristen yang tidak sabar dan akhirnya gagal dalam separuh perjalanan imannya karena memaksakan kehendaknya untuk cepat-cepat mengalami mujizat. Satu hal yang harus kita ingat bahwa Allah tidak mungkin berdusta. Dia tak pernah ingkar janji. Dia memiliki tujuan yang pasti dalam segala sesuatu yang Ia kerjakan, termasuk hal-hal yang kita anggap Allah menunda atau lambat pertolongan-Nya.
Yusuf, misalnya, ia sudah dua kali diberi mimpi akan menjadi seorang penguasa (Kej. 37:8), tapi kenyataanya ia malah dibenci, dianiaya, dan dijual sebagai budak oleh saudara-saudaranya. Justru melalui kesengsaraan yang dialami Yusuf itu malah menghantarkan dia menjadi seorang penguasa Mesir.
Bagaimana respon kita dalam menanti janji Tuhan? Percayai bahwa segala sesuatu ada waktunya termasuk mananti janji Tuhan (Peng. 3:1&11). Waktu kita dengan waktu Tuhan beda, tetapi yang pasti saat Allah berjanji, apa yang Ia janjikan itu sudah ada. Tuhan sudah menetapkan waktu untuk Abraham, dan Abraham harus menunggu. Saat Daud sudah dilantik menjadi raja, tidak otomatis ia memegang tampuk pemerintahan, sebaliknya ia harus menunggu waktu Tuhan, bahkan ia dikejar-kejar Saul yang hendak membunuhnya. Tetapi Daud memiliki respon: ia percaya waktu Tuhan, itu sebabnya ia sabar menunggu janji Tuhan.
Saat Ribka, isteri Ishak, mandul, bagaimana respon Ishak dalam menanti janji Tuhan? Ia tidak membuat mujizat sendiri, sebaliknya ia berdoa dan terus berdoa (Kej. 25:20-26). Ia berdoa tiada henti, dua puluh tahun ia berdoa. Ini juga yang harus menjadi respon kita saat pergumulan kita belum dijawab oleh Tuhan. Jadi tetaplah sabar dan berdoa. Jangan berputus asa, jangan berhenti berdoa, tetap nantikan janji Tuhan.
Mengapa Allah sepertinya mengulur-ulur waktu dan membuatnya begitu sulit. Mengapa Ia tidak membuat segala sesuatu terjadi lebih cepat? Mengapa kita harus menunggu? Pada waktu kita menunggu, Allah sedang menguji iman kita supaya kita memiliki iman yang murni (1 Pet. 1:6-7). Sama seperti Yusuf ketika diperhadapkan kesengsaraan sebagai budak, maka imannya nampak sebagai iman yang murni, sebab ia takut akan Tuhan dan menolak ajakan tante potifar untuk berzinah.
Jangan tergesa-gesa untuk memperoleh jawaban, ketahuilah bahwa Allah hendak membentuk kemurnian iman kita, dan percayalah bahwa untuk segala sesuatu ada waktunya, sabarlah dan tetap berdoa, Tuhan pasti menyatakan mujizat-Nya dalam hidup kita.
Salam Revival!!! Tuhan memberkati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar