Kata orang pertengkaran merupakan bunga dalam kehidupan. Tapi apabila frekuensinya dan intensitasnya terlalu tinggi, itu bukan lagi menjadi bunga dalam kehidupan melainkan benalu yang bisa mematikan alias menghancurkan … cepat atau lambat.
“Siapa suka bertengkar, suka juga kepada pelanggaran, siapa memewahkan pintunya mencari kehancuran.” (Amsal 17:19)
Kata orang pertengkaran merupakan bunga dalam kehidupan. Itu kata bijak yang hingga batas-batas tertentu ada benarnya. Bertengkar itu tanda dekat, kata yang lain lagi, dan juga dianggap bagaikan bumbu yang melezatkan kehidupan keluarga atau persahabatan. Tapi apabila frekuensinya dan intensitasnya terlalu tinggi, itu bukan lagi menjadi bunga dalam kehidupan melainkan benalu yang bisa mematikan alias menghancurkan. Ibarat memasak dengan bumbu yang terlalu banyak, rasanya bisa tidak karuan.
Sebuah keluarga bisa sejuk, damai dan tentram penuh kasih bagai surga, tapi sebaliknya bisa panas membara dan menyiksa seperti neraka. Demikian pula dalam pertemanan.
Alkitab mengingatkan : “Memulai pertengkaran adalah seperti membuka jalan air; jadi undurlah sebelum perbantahan mulai.”(Amsal 17:14).
Kran air yang bocor atau lupa dimatikan bisa membanjiri seluruh rumah. Tanggul bisa jebol dan justru bermula dari retakan kecil di salah satu bagian dindingnya. Seperti itu pula seharusnya kita menyikapi sebuah pertengkaran. Berhentilah secepatnya sebelum pertengkaran itu menjadi tidak terkendali.
“Dari manakah datangnya sengketa dan pertengkaran di antara kamu? Bukankah datangnya dari hawa nafsumu yang saling berjuang di dalam tubuhmu? Kamu mengingini sesuatu, tetapi kamu tidak memperolehnya, lalu kamu membunuh; kamu iri hati, tetapi kamu tidak mencapai tujuanmu, lalu kamu bertengkar dan kamu berkelahi.” (Yakobus 1:4-5a).
Menyimpan kekesalan atau sakit hati berlarut-larut pun berpotensi menimbulkan pertengkaran. “Sebab, kalau susu ditekan, mentega dihasilkan, dan kalau hidung ditekan, darah keluar, dan kalau kemarahan ditekan, pertengkaran timbul.” (Amsal 30:33).
Selain itu, ego, keangkuhan, sikap tidak mau kalah dan sejenisnya pun bisa menimbulkan pertengkaran. Karena itulah kita diminta untuk bisa memaafkan orang dengan segera dan bersikap rendah hati, mau belajar untuk lebih memahami dan menerima orang lain apa adanya. Tidak ada manusia yang sempurna. Masalah yang timbul bisa diselesaikan baik-baik pada saat yang tepat, tidak terburu-buru.
Alkitab mengatakan orang yang suka bertengkar biasanya juga suka pada pelanggaran atau dosa.
“Siapa suka bertengkar, suka juga kepada pelanggaran, siapa memewahkan pintunya mencari kehancuran.” (Amsal 17:19).
Kita harus belajar mengendalikan emosi. Kita harus bersikap tegas terhadap pertengkaran, bukan membiarkannya merusak hidup kita sendiri dan orang lain.
Alkitab mengatakan :
“Sebab amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah.” (Yakobus 1:20)
“Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang!”(Roma 12:18).
Tiga hal ini: [1] cepat untuk mendengar, [2] tetapi lambat untuk berkata-kata, dan [3] juga lambat untuk marah, diterapkan didalam kehidupan sehari-hari sehingga hidup kita didepan menjadi lebih indah dan bahagia.
[1]. cepat untuk mendengar
“Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah” –Yakobus 1:19
Gesekan-gesekan kecil merupakan hal yang lumrah dalam rumah tangga ataupun dalam pertemanan. Kita semua memiliki kepribadian yang berbeda, pola pikir untuk menyelesaikan masalah berbeda, cara menghadapi persoalan pun bisa berbeda. Sebuah pertengkaran seringdimulai dari hal yang kecil dan sepele, namun ketika emosi meningkat, emosi mulai tidak terkendali dan bagaikan api terus membesar dan menyambar kemana-mana.
Berbeda pendapat itu normal, tidak sepakat itu biasa, namun diatas semua itu kita harus membiasakan diri kita untuk mau mendengar terlebih dahulu. Dengarkan dulu baik-baik alasan dan pendapat mereka lalu cobalah komunikasikan dengan cara-cara yang baik, sopan dan beradab.
Kita bisa melihat satu contoh dari tanggapan Yesus ketika Dia berkunjung ke rumah Marta dan Maria (Lukas 10:38-42). Pada saat itu Marta memilih untuk sibuk melayani, tetapi Maria memilih untuk diam di dekat kaki Yesus dan terus mendengarkan perkataan Yesusdengan sungguh-sungguh. Yesus menganggap bahwa apa yang dilakukan Maria adalah“memilih bagian terbaik yang tidak akan diambil dari padanya.” (ay 42). Begitu pentingnya untuk mau mendengar dengan hati yang lembut. Bukanlah kebetulan Tuhan memberikan kita sepasang telinga sebagai indra untuk mendengar. Dua telinga dan satu mulut, itu menunjukkan bahwa mendengar itu lebih penting ketimbang berbicara. “Karena itu, perhatikanlah cara kamu mendengar.” (Lukas 8:18).
“Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu!” (Ibrani 4:7)
Ada saat dimana kita harus berbicara dan bersikap, namun ada juga saat dimana kita harus menjadi pendengar yang baik. Seorang pendengar yang baik akan mampu mendengar dengan cepat dan cermat sebelum menarik kesimpulan dengan tergesa-gesa atau terburu-buru menuduh apalagi menyerang. Hati yang cepat mendengar akan akan membuat kita mampu melihat dengan lebih jelas permasalahan dari sudut pandang orang lain. sehingga bisa menghindarkan kita dari amarah berlebihan yang tidak akan menguntungkan siapapun tapi malah merugikan banyak orang.
[2] tetapi lambat untuk berkata-kata
“Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah” –Yakobus 1:19
Kita perlu berhati-hati dengan segala perkataan yang kita ucapkan. Selain alasan mendasar di atas yaitu ada kuasa dibalik kata yang keluar dari mulut kita, terlalu banyak omong juga akan membuka kelemahan kita atau malah menunjukkan kebodohan kita sehingga bisa mempermalukan diri sendiri. Maka tepatlah apa yang tertulis pada Amsal berikut ini: “Orang bebal tidak suka kepada pengertian, hanya suka membeberkan isi hatinya.” (Amsal 18:2), atau ini: “Jikalau seseorang memberi jawab sebelum mendengar, itulah kebodohan dan kecelaannya.” (ay 13).
Yesus sendiri mengajarkan sesuatu yang sangat menarik perihal perkataan. Yesus berkata:“Karena yang diucapkan mulut meluap dari hati.” (Matius 12:34b). Lalu dilanjutkan dengan:“Orang yang baik mengeluarkan hal-hal yang baik dari perbendaharaannya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan hal-hal yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat.” (ay 35). Yesus pun menegaskan bahayanya memiliki mulut yang tidak terkontrol. “Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman.”(ay 36) dan: “Karena menurut ucapanmu engkau akan dibenarkan, dan menurut ucapanmu pula engkau akan dihukum.” (ay 37).
Perselisihan yang besar bisa dihindarkan dengan tips Yakobus. Cepatlah mendengar, tapi lambatlah berkata-kata. Jangan terburu-buru mengeluarkan kata-kata sebelum segala sesuatunya jelas betul. Dengarkanlah terlebih dahulu agar kita dapat mengerti. “Orang yang berpengetahuan menahan perkataannya, orang yang berpengertian berkepala dingin. Juga orang bodoh akan disangka bijak kalau ia berdiam diri dan disangka berpengertian kalau ia mengatupkan bibirnya.” (Amsal 17:27-28).
(Yakobus 3:5). “Lidahpun adalah api; ia merupakan suatu dunia kejahatan dan mengambil tempat di antara anggota-anggota tubuh kita sebagai sesuatu yang dapat menodai seluruh tubuh dan menyalakan roda kehidupan kita, sedang ia sendiri dinyalakan oleh api neraka.” (ay 6). Semua ini menunjukkan begitu pentingnya untuk menjaga perkataan kita.
Hindarilah pertengkaran dengan tidak cepat mengeluarkan perkataan sebelum terlebih dahulu mendengar dengan baik dan cermat. Selain dapat mempermalukan diri kita sendiri, lidah yang tak terjaga juga dapat membakar habis sebuah hubungan dan menghancurkan seluruh hidup kita.
Terlalu cepat berbicara sebelum mendengar terlebih dahulu artinya mempermalukan diri sendiri.
[3] Lambat Marah
“Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah” –Yakobus 1:19
Emosi negatif bukan saja menyebalkan bagi orang yang melihat, tetapi bisa sangat membahayakan tubuh kita. Tidaklah mengherankan jika ada banyak penyakit yang bercokol dalam tubuh kita ketika kita memanjakan amarah dan membiarkannya menguasai diri kita.
Kemarahan adalah sebuah tingkat emosional dengan intensitas tertentu antara hanya merasa terganggu hingga tingkat tinggi seperti mengamuk atau murka. Seperti jenis perasaan lainnya, kemarahan juga akan diikuti oleh perubahan psikologis dan biologis. Detak jantung menjadi cepat, tekanan darah meninggi, beberapa hormon pun mengalami peningkatan level.
Lewat Daud kita bisa belajar bagaimana cara bersikap ketika sedang marah. “Biarlah kamu marah, tetapi jangan berbuat dosa; berkata-katalah dalam hatimu di tempat tidurmu, tetapi tetaplah diam.” (Mazmur 4:5). Ini tips yang sangat menarik. Marah boleh-boleh saja, tapi ingatlah bahwa dalam amarah kita jangan sampai berbuat dosa. Kemarahan bisa menjadi sebuah sarana iblis untuk menghancurkan kita. Maka berhati-hatilah ketika kita sedang marah. Lalu Paulus mengajarkan hal yang sama dengan kalimat yang berbeda. “Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu dan janganlah beri kesempatan kepada Iblis.” (Efesus 4:26-27). Jangan sampai marah kita berlarut-larut dalam waktu terlalu lama, karena itu bisa dimanfaatkan iblis untuk melakukan sesuatu yang buruk pada kita. Yakobus mengingatkan agar kita “lambat untuk marah”, dan ia punya alasan akan hal ini. Apakah itu? Perhatikan ayat selanjutnya: “sebab amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah.” (ay 20). Orang yang sedang dilanda kemarahan meluap-luap tidak akan dapat melakukan hal yang baik, yang berkenan di hadapan Allah. Tidak ada kebenaran dibalik sebuah kemarahan, dan itu pun merugikan kita.
Kendalikan amarah sebelum amarah mengendalikan kita. Cepatlah mendengar bukan cepat menentang atau menyerang.Bersikap tegas terhadap pertengkaran dan jangan memulai apalagi membiarkan.“Memulai pertengkaran adalah seperti membuka jalan air; jadi undurlah sebelum perbantahan mulai.”