Mazmur 1 : 4-5 Bukan demikian orang fasik: mereka seperti sekam yang ditiupkan angin. Sebab itu orang fasik tidak akan tahan dalam penghakiman, begitu pula orang berdosa dalam perkumpulan orang benar.
Pagi tadi saya sedang memperhatikan mama yang sedang menampi beras di atas sebuah tampian dari bambu di halaman rumah. Beras itu tampak naik turun seturut dengan goyangan tangan mama. Seperti musik bunyi beras itu saling bergesekan. Kadang saya melihat bagaimana si mama hanya menggoyang-goyang tampiannya ke kiri dan ke kanan, sehingga beras itu tidak terlihat berloncatan, tetapi hanya saling bergesekan satu sama lain. Dan tak lama kemudian saya melihat tangannya dengan lincah memunguti kuit-kulit gabah yang masih menempel di beras tersebut. Lalu tak lama kemudian dia pun melanjutkannya dengan menggoyangkannya lagi, kali ini naik turun sehingga tampak beras-beras itu berlompatan. Lebih detail lagi saya melihat bagaimana kulit sekam itu mulai beterbangan terbawa angin, meninggalkan beras yang karena berat jenisnya membuat ia turun ke dalam tampian itu, sementara sekam itu entah jatuh di mana tergantung ke mana angin membawanya. Sementara mama kembali menggoyang-goyang ke kanan ke kiri, menimbulkan bunyi gesekan beras lagi, dan kembali saya melihat tangannya memunguti sekam yang tersisa, dan terus dilakukannya sampai semuanya selesai. Baru setelah ia merasa puas dengan hasil kerjanya, ia meletakkan tampian itu dan mulai mengerjakan hal yang lain.
Pergesekan adalah satu proses alamiah bagi beras tadi untuk memudahkan pelepasan dari sekam yang menempel pada beras-beras tersebut. Dan proses tampian itu untuk memudahkan terjadinya pemisahan beras tadi dari sekam yang sudah bisa terlepas dari butir-butiran beras tersebut. Tapi apapun yang terjadi dan seberat apapun proses tadi, terbukti bahwa butir-butir beras tadi tetap berada di dalam tampian dan tidak berlarian ke sana kemari.
Saya belajar sesuatu dari hal ini. Seringkali kita berpikir kenapa kita harus mengalami begitu banyak gesekan dengan orang-orang di sekitar kita. Dan adakalanya kita begitu putus asa dan sepertinya ingin meninggalkan komunitas kita hanya karena gesekan-gesekan yang terjadi. Tapi saya belajar bahwa gesekan itu memang harus terjadi. Ada tujuan tertentu dari gesekan tersebut.
Amsal 27:17 “Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya.” Ayat tersebut mempertegas bahwa tidak mungkin terjadi ketajaman tanpa ada satu proses pertemuan dengan benda sejenis. Besi hanyalah seonggok besi kalau dia tidak ditajamkan. Besi baru akan menjadi pedang yang tajam ketika besi itu ditempa. Tempaan itu dilakukan dengan menggunakan besi yang lainnya. Dan dalam proses tempaan yang menyakitkan itu tentu akan ada bagian-bagian dari besi itu yang tertekan dan terbuang juga.
Begitu juga dengan manusia. Seseorang baru bisa mengerti apakah perilakunya baik atau tidak, menyenangkan atau tidak, adalah ketika dia melakukan interaksi dengan orang lain. Di dalam interaksi itu barulah kita akan tahu bagaimana karakter sebenarnya dari orang tersebut. Dan di dalam proses itulah kita akan menemukan apakah orang lain merasa keberatan atau tidak dengan sikap dan karakter kita itu. Dan saat kita menemukan hal itu, tentu akan merubah banyak hal untuk beradaptasi dengan lingkungan kita. Dan peristiwa demi peristiwa yang kita alami tentu akan membuat kita belajar lebih banyak. Begitu bukan?
Kisah beras dan sekam dalam tampian juga mengingatkan saya akan tampian yang Tuhan kerjakan dalam kehidupan anak-anakNya. Sebuah seleksi alamiah dilakukan oleh tangan Tuhan sendiri.
Kadang Dia akan menggoyangkannya hanya ke kiri dan ke kanan supaya terjadi gesekan antara anak-anak itu dengan tujuan agar segala hal yang buruk bisa dilepaskan dari diri mereka. Persis seperti sekam yang dilepaskan dari bulir-bulir beras tadi.
Tapi adakalanya Dia akan menggoyang-goyangkan tampian itu ke atas dan ke bawah, sehingga kita akan seperti naik jet coaster. Kadang naik tinggi kadang seperti menukik ke bawah. Tapi apapun yang terjadi, hanya mereka yang memiliki ‘isi/bobot’ yang akan tetap berada di dalam tampian itu. Tapi sayang sekali, banyak juga yang akhirnya tertiup angin. Mereka yang tidak mau mengisi dirinya dengan kasih Tuhan dan tidak mau mengijinkan Roh Kudus berdiam di dalam dirinya tentu akan lebih mudah terbawa arus, dan mudah untuk meninggalkan tampian itu.
Apa yang bisa kita lakukan supaya tetap berada di dalam tampian itu, Tuhan sudah memberikan nasehat yang luar biasa:
1. Menjadi dewasa dalam rohani.
Efesus 4:14 “...kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan...”
Seorang yang dewasa seharusnya lebih mampu untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Dan kedewasaan secara rohani diperlukan dalam membedakan mana yang benar dan mana tidak. Ketika kita masih kanak-kanak mungkin akan lebih mudah untuk dibohongi dan dipengaruhi oleh berbagai macam pengajaran, dan permainan palsu yang dikemas begitu menarik sehingga bisa menyesatkan kita. Tapi jika kita sudah dewasa, tentu lebih mampu menyeleksi dalam menerimanya.
2. Tinggal di dalam Yesus Tuhan
1 Yohanes 2:27 ” ...dan sebagaimana Ia dahulu telah mengajar kamu, demikianlah hendaknya kamu tetap tinggal di dalam Dia.”
Jangan pernah berada di luar Dia. Hanya ketika kita ada di dalam Dia dan Dia di dalam kita, maka kita akan tetap berada dalam kebenaran yang memberikan kemerdekaan itu.
Banyak orang berpikir bahwa ketika punya masalah, maka langkah yang tepat adalah dengan meninggalkan dunia pelayanan dengan alasan supaya tidak memberikan dampak yang buruk kepada yang lain.
Tapi saya secara pribadi sering menyarankan mereka ini justru untuk tetap berada di dalam pelayanan, karena justru yang terjadi harusnya adalah komunitas pelayanan itu yang seharusnya bisa memberikan pengaruh yang baik kepada dia sehingga akhirnya dia bisa mengatasi masalah tersebut dan mengalami kemenangan bersama Tuhan.
3. Tetap berjaga-jaga
1 Tesalonika 5:6 “Sebab itu baiklah jangan kita tidur seperti orang-orang lain, tetapi berjaga-jaga dan sadar.”
Kejadian yang tidak terduga seringkali terjadi ketika lengah atau tertidur. Karena itu alangkah lebih baiknya kita tetap berjaga-jaga di dalam doa dan pengenalan akan Tuhan sehingga kita bisa hidup dalam kebenaran, dan ketika tampian itu terjadi kita menyadarinya dan bisa tetap bertahan dalam tempat tersebut, tidak diterbangkan oleh angin.
Mengikuti Tuhan adalah satu priviledge dan anugerah yang luar biasa. Alangkah bodohnya kalau seandainya kita tidak menerima dan melakukannya dengan benar. Sekalipun ada banyak pendapat yang seakan-akan lebih menarik dan menyenangkan, tapi saya mau mengingatkan anda untuk tetap berdiam di dalam iman akan Tuhan Yesus.
Galatia 6:9 “Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah.”
Masa penampian itu sedang terjadi, sahabat. Jangan mengira bahwa waktu itu masih lama. Saat inipun Tuhan sedang memegang alat tampian itu dan melakukannya. Berjaga-jagalah dan tetap setia, karena Dia hanya akan mencari mereka yang memiliki iman dalam Tuhan ketika Dia kembali lagi nanti.
Salam Revival!!!
Tuhan Yesus memberkati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar