Minggu, 12 Juni 2016

UNITY bukan dis-unity!!

"Dan di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan." Kolose 3:14
"... Aku berdoa,...supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku ... supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu." Yohanes 17:20-22
Realitas dan Keprihatinan
"Gereja bisa terpecah???" Ini adalah pertanyaan dan sekaligus realita yang dihadapkan dalam hidup kegerejaan. Pertanyaan ini dilanjutkan dengan pengkalimatan, “Mengapa bisa terpecah, apakah ikatan didalamnya tidak kuat?” Kondisi ini tidak hanya terjadi di era kita sekarang ini, tetapi juga sebelumnya pernah terjadi, jika kita melihat ke belakang di dalam sejarah gereja. Penyebabnya tentu sangat bervariasi, namun inti terjadi keterpecahan di dalam gereja adalah karena tidak adanya ikatan yang kuat oleh kasih Kristus. Keadaan ini sangat berpotensi untuk hadirnya keterpecahan itu.
Dengan realita keterpecahan gereja yang seperti ini, kita acap kali dibuat menjadi bingung oleh karena kita terbangun dalam pemahaman bahwa gereja adalah komunitas orang-orang yang mengalami kasih karunia Tuhan sehingga kasih seharusnya menjadi warna yang jelas dalam relasi diantara warga gereja. Kepentingan diri bukan ditempatkan pada urutan pertama dan diagungkan, melainkan kepentingan bersama, supaya laju pelayanan berjalan dengan baik dan warga gereja bertumbuh kearah memuliakan Tuhan Yesus yang adalah Kepada Gereja.

Paulus dalam suratnya yang ditujukan kepada jemaat Efesus, surat itu dia titipkan kepada Tikhikus yang pada waktu itu sedang mengunjungi Paulus di penjara dan akan kembali kepada jemaatnya.

Kata ‘ikatan’ dalam Efesus 4:3
Paulus sebagai hamba Allah yang memiliki hati kasih dan respek yang dalam terhadap jemaat-jemaat Tuhan, ketika dipenjara ia menulis surat kepada jemaat di Efesus.Pada Efesus 4, kita temukan adanya penyatuan antara pengajaran/doktrin dan praktik, dimana, pengajaran yang sudah diterima dihadirkan dalam kehidupan praktis. Searah dengan pokok bahasan tentang kata ‘ikatan’, kita menemukan tindakan praktis yang harus dihadirkan guna menghadirkan kesatuan di tengah jemaat. 

Bagian ini secara khusus Paulus tuliskan di dalam Efesus 4:3 yang berbunyi: "Dan berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera"

Kata "ikatan" - sundesmō (kata kerja dalam bahasa Yunani) berasal dari kata sundesmos, artinya yang mengikat bersama, ikatan yang memegang sesuatu bersama-sama. Paulus menekankan masalah kesatuan (unity). Namun pada bagian ini harus dipahami bahwa ini bukan berarti di tengah jemaat Efesus sedang terjadi perpecahan. Kesatuan ini internal dan organis, dan ini berdasarkan kekuatan Yesus Kristus yang berdiam diantara mereka. Kesatuan Roh, dimana maknanya adalah bahwa orang percaya harus melakukan segala upaya untuk melestarikan kesatuan yang diberikan oleh Roh melalui ikatan damai sejahtera.

Kata “kesatuan” dalam bahasa Yunani disebut henotōs. Kata ini hanya ada di Efesus 4 ayat 13. Berasal dari kata hen, “satu” berarti "kesatuan". Oikumenis sejati, bukan kesatuan denominasi, tetapi "kesatuan Roh."Dengan kata lain, Perjanjian Baru mengajarkan bahwa keinginan dari Yesus Kristus bukanlah kesatuan organisasi, tetapi kesatuan rohani.

Bagian ini merupakan aplikasi yang digambarkan Paulus setelah pada pasal-pasal sebelumnya ia menjelaskan secara rinci tentang kekayaan/kepenuhan yang kita miliki di dalam Kristus di dalam Kristus. Disini Paulus menegaskan bahwa jemaat harus memelihara kesatuan di dalam Roh. Ini dimungkinkan bila setiap anggota jemaat menunjukkan kasihnya dalam saling membantu dengan sikap rendah hati, lemah lembut dan sabar. Jemaat yang benar merupakan persekutuan kasih. Kesatuan itu dilayani oleh berbagai-bagai karunia, dimana karunia-karunia diberikan bukan untuk mengacaukan jemaat, tetapi membangunnya sebagaimana dikatakan di dalam ayat 16:“Dari padanyalah seluruh tubuh...rapih tersusun dan diikat menjadi satu menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih.” 

Melihat konsep yang lebih luas dari kata “kesatuan”, kita temukan di dalam ayat 4-6 (yang terdapat tujuh kali) penekanan-penekanan sebagai berikut: 
(a) ayat 4 - kesatuan roh dari gereja; 
(b) kesatuan dalam kesetiaan, doktrin/ajaran, dan persekutuan (fellowship); 
(c) sumber ultimat dari semua otoritas dalam gereja - Allah Bapa, yang adalah “diatas semua” (transendent), “melalui/oleh semua” dan “didalam semua” (immanent).
Dari hal yang sudah dibahas sebelumnya, kita menarik beberapa hal yang perlu dicermati yakni:

HIDUP JEMAAT: Berpadanan dengan Panggilan
Diawal suratnya, Paulus mengatakan:“Kepada orang-orang kudus di Efesus, orang-orang percaya dalam Kristus Yesus.”Perkataan Paulus ini memberi indikasi bahwa jemaat di Efesus bukanlah jemaat liar, melainkan orang-orang kudus yang dalam kasih karunia Allah dipanggil dalam kesatuan jemaat untuk bersekutu dan hadir sebagai jemaat yang bersaksi di tengah lingkungannya. Panggilan ini adalah anugerah dan mulia, dimana dasar panggilannya jelas di dalam Tuhan Yesus Kristus. Panggilan ini mengisyaratkan jemaat untuk hidup dalam kesatuan, sehingga jika kita bertemu dengan realita adanya keterpecahan di tengah jemaat, kita perlu melihat kembali pada panggilan yang telah diberikan. Akan hal ini, kita perlu melihat pada pemahaman dasar sebagai berikut:

Pertama, Kritus yang telah disalibkan, lewat pengorbanan-Nya, telah memperdamaikan kita sebagai orang berdosa menjadi sekutu-Nya. Kita dipersatukan dengan Dia yang adalah Tuhan, Juruselamat kita,sehingga kita bukan lagi sebagai seteru-Nya. Kita dibenarkan dan dimerdekakan dari kutuk dosa. Kita dipanggil untuk hadir sebagai pribadi yang menggambarkan siapa Allah yang sudah menyelamatkan kita.

Kedua, Karena secara de facto kita sudah dibebaskan dari ikatan dosa, kita harus menunjukkan dalam kehidupan praktis pribadi yang merdeka dan menang. Pola perilaku menghadirkan kesejahtera bagi sesama manusia. Hadir sebagai pribadi yang mempersatukan dan menghargai setiap orang sebagai milik kepunyaan Allah.

Panggilan sebagai orang-orang kudus tentunya juga secara otomatis memiliki responsibilitas untuk hidup dalam kekudusan di semua aspek hidupnya dan tidak mengikuti kecemaran dunia. Saya mempercayai bahwa ketika Allah menyelamatkan manusia, Ia menyelamatkan manusia secara utuh. Karena itu, segenap diri manusia harus dipersembahkan bagi kepentingan Allah - bukan hanya ketika berada di gereja, tetapi ketika ia sedang melakukan transaksi bisnis atau terlibat dalam kegiatan politik maupun sosial apa pun. Tidak boleh ada satu bagian pun dalam kehidupan yang tidak tercakup. Hidupnya secara keseluruhan harus dikendalikan oleh Allah...Tidak ada satu pun bidang kehidupan dimana moral yang baik bukan hal yang esensial!”

Jemaat hendaknya taat pada kebenaran firman-Nya dan tidak memberi diri untuk peduli kepada ajaran lain yang pada akhirnya mengaburkan hidup imannya, melakukan apa yang dikehendaki oleh Yesus dan tidak menjadikan prioritas diri bagian yang ‘seharusnya’ dilakukan, namun sebaliknya, melakukan apa yang menjadi prioritas Yesus -- Skala prioritas hidup didasarkan pada skala prioritas Yesus.
Selama diri kita sendiri masih menjadi pusat dari segala sesuatu, ciri kesatuan itu tak akan pernah nampak secara lengkap. Suatu masyarakat yang terdiri atas manusia yang masing-masing mementingkan dirinya sendiri, hanya merupakan suatu kumpulan manusia yang tak dapat dipersatukan, penuh dengan sikap yang individualistis dan saling bermusuhan. Tetapi bila kita menyangkal diri kita sendiri dan membiarkan Kristus hidup di dalam hati kita, maka damai dan kesatuan itu akan menjadi nyata, dan itulah ciri khas yang besar dari kita sebagai gereja-Nya

KESATUAN JEMAAT: Mutlak dan Konstan
Berbicara tentang kesatuan bukan berarti mengabaikan perbedaan. Perbedaan itu justru menjadi saat yang indah untuk menghadirkan pelayanan yang mempersatukan dan mempertumbuhkan hidup berjemaat. Keberagaman karunia di tengah jemaat bukan dilihat sebagai keterpisahan dan keterpecahan, tetapi justru saat yang baik untuk saling membangun sebagai anggota tubuh Kristus yang telah diikat dalam damai sejahtera: satu tubuh, satu Roh dan satu baptisan, sehingga dalam identitas yang jelas sebagai orang percaya yang dewasa dalam Kristus, jemaat belajar untuk menghargai keragaman dalam tubuh Kristus. Kesatuan di antara jemaat yang dewasa rohani berpusat di sekitar berbagai penyataan Kristus dan pemenuhan tujuan-Nya dengan menerapkan Alkitab pada kehidupan. 

Saya kutip dari perkataan Marthin Luther: “Orang Kristen adalah orang yang paling merdeka dari antara semua orang, dan tidak tunduk kepada siapapun; orang Kristen adalah seorang hamba yang paling patuh dari semua orang, dan iapun tunduk kepada setiap orang”.

Kesatuan mutlak harus didemonstrasikan secara aktif diantara jemaat, dan ini tidak boleh dikacaukan atau dihancurkan oleh apapun.Setiap jemaat memiliki tanggung-jawab untuk memeliharanya. Kita wajib memperlihatkan kesatuan itu nyata-nyata dalam wujud nyata supaya dunia menyaksikannya sebagai realitas yang penuh kebenaran dan kemuliaan. Dalam hal ini, kita dengan tegas melihat bahwa kesatuan yang ada bukan karena usaha manusia, tetapi karena Allah yang sudah berinisiatif mempersatukan jemaat-Nya. Untuk ini, ikatan dalam kasih Tuhan Yesus harus menjadi fondasi yang kuat dan semua jemaat dibawa dalam kesadaran seperti ini.

Yesus Kristus adalah Kepala Gereja yang mempersatukan jemaat sebagai anggota tubuh untuk tetap hidup dalam kesatuan. Apa yang sudah dikerjakan oleh Tuhan Yesus tidak boleh dan tidak dapat dihancurkan oleh segala ambisi dan keinginan manusia. Namun hal ini bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Kita menemukan banyaknya ‘serangan-serangan’ yang dihadirkan guna menghancurkan ikatan kesatuan jemaat baik yang datangnya bukan saja dari dalam gereja sendiri, tetapi juga dari luar gereja.

Berkali-kali kita temukan di beberapa tulisan Paulus para penyesat, baik yang di dalam maupun di luar gereja, berusaha keras menghancurkan kesatuan ini. Pengajaran-pengajaran yang disampaikan sering kali juga dapat mempengaruhi segelintir jemaat yang tidak kokoh imannya, sehingga mereka menjadi orang yang sangat potensial untuk menghancurkan kesatuan di dalam jemaat.

SIKAP JEMAAT: Proaktif dan Dinamis
Paulus dalam hal ini menekankan pentingnya usaha yang sungguh untuk memelihara kesatuan di dalam jemaat. Dia memberi nasihat agar di dalam hidup mereka selalu hadir kebajikan-kebajikan, dimana kebajikan ini hanya dapat dihasilkan jika Roh Allah tinggal di dalam diri kita, dan ini memberi kontribusi dalam menciptakan kesatuan dan tetap menghadirkan keadaan yang sesuai dengan panggilan. Namun hal ini sama sekali asing bagi daging dan sayangnya jarang terdapat dalam kehidupan banyak orang Kristen. Kebajikan-kebajikan yang ada adalah:
  • Rendah hati - tapeinophrosunē (bah. Yunani), dari kata sifat tapeinos (sederhana, miskin, rendah hati) dan phren (pemikiran, pemahaman). Istilah ini sangat penting bagi kekristenan. Kerendahan hati merupakan syarat mutlak terciptanya kesatuan. Dalam bahasa Yunani tidak ada istilah untuk ‘kerendahan hati’ yang tidak dihubungkan dengan dengan pengertian kehinaan. Sifat kerendahan hati pada awalnya dipandang sangat rendah nilainya, namun kekristenan menempatkannya pada tempat yang utama dalam deretan sifat-sifat manusia. 
  • Lemah lembut - prautētos (bah. Yunani). Orang Kristen harus memastikan bahwa rahmat-Nya memampukan kita untuk memiliki sikap lemah lembut yang ditanamkan Roh Kudus, memanifestasikan didalam dirinya dalam keanggunan lahiriah "kelembutan". Lemah lembut tidak sama dengan lemah. Ini adalah sifat ‘orang kuat’, yang mampu menguasai atau mengendalikan kekuatan yang bergejolak dalam dirinya yang mendorongnya melayani orang lain. Rendah hati dan lemah lembut adalah dua sifat yang berpasangan. “Orang yang lemah lembut tidak memusingkan hak-haknya, dan orang yang rendah hati tidak memusingkan jasa-jasanya.”
  • Sabar - makrothumias (bah. Yunani), artinya memelihara temperamen yang tenang ketika menghadapi permusuhan dan perlawanan. Kata ini secara khusus dipakai untuk menyebut kesabaran terhadap sesama manusia. Makrothumia ialah semangat ketahanan yang mampu menerima penghinaan maupun luka hati tanpa rasa pedih atau keluh. Semangat itu adalah semangat yang mampu menghadapi siapa saja dengan penuh kesabaran, kemantapan diri, dan tanpa sakit hati, walaupun orang itu tidak menyenangkan atau meremehkan kita. Tidak marah menghadapi orang yang menjengkelkan, sementara saling membantu dan saling bertoleransi, karena tanpa toleransi mustahil orang dapat hidup berdampingan dalam keadaan rukun dan damai.

Kebajikan-kebajikan ini mengajarkan bahwa dalam hidup kita sebagai murid-murid Kristus yang sejati dipastikan tidak ada pola yang hanya bertumpu pada kebanggaan dan pengagungan diri sendiri. Semua didasarkan dan diikat dalam kasih. Ini merupakan kekuatan untuk menghadang hadirnya bahaya yang dapat merusak kesatuan dalam jemaat. Untuk itu kita harus meneladani teladan sejati yang kita temukan di dalam diri Tuhan Yesus sebagaimana tergambar dalam Injil Matius 11:29, “...karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan.”

HAL-HAL YANG HARUS DIWASPADAI: Respon dan Aplikasi
Dunia: Daya Tarik dan Keindahan
Dunia dan semua keindahan yang ada di dalamnya memberi daya tarik/daya dorong yang kuat untuk dinikmati dan dialami. Keindahan yang ditawarkannya mengikat manusia dengan sangat kuat untuk lebih dalam hanyut dan terbuai sehingga kehidupannya bukan lagi didasarkan pada kebenaran yang menghidupkan spiritualitasnya, melainkan semakin jauh dan menghindari segala hal yang dianggap rasio tidak bisa memberikan kesenangan baginya. Daya tarik dunia membawa manusia masuk ke dalam arus konsumtif/materialisme (lebih dalam dari sekedar memiliki suatu barang - ini adalah ekspresi keduniawian dengan kekuatan persuasif yang luar biasa), hedonisme (pandangan yang menganggap kesenangan dan kenikmatan materi sebagai tujuan utama dalam hidup).

Oleh karena keterikatan dengan apa yang ada di dunia, dan manusia memberi diri diikat olehnya, manusia tidak lagi menyenangi apa yang disenangi Allah, namun yang terjadi sebaliknya, menyenangi apa yang tidak disenangi Allah. Kalau sedang membawa diri untuk menyenangi apa yang disenangi Allah, pertimbangan rasio menjadi daya dorong/tolak ukur yang kuat untuk melangkah atau tidak. Segala hal yang tidak memuaskan keinginan hanya dianggap sebagai penghalang dalam mencapai tujuan hidup. Namun keindahan dan segala hal yang ditawarkan dunia yang sepertinya memberi peluang bagi manusia untuk mencapai tujuan hidupnya, menjadi hal yang sangat dikejar dan diminati. Untuk konteks jemaat, jika hal ini masih terlihat, tentulah menjadi keprihatinan karena ini berarti sedang terjadi degradasi iman yang akan berakhir pada kematian secara rohani. Hal ini pun memberi indikasi sedang terjadinya penurunan kesadaran akan kehadiran Allah, sehingga jika berhadapan dengan kesulitan, yang terealisasi adalah sikap yang sangat mempersalahkan Allah.

Kita harus waspada dengan apa saja yang ditawarkan dunia, supaya hal itu tidak mengikat dan menjerumuskan dirinya dalam jurang yang lebih dalam sehingga warna hidupnya semakin sekuler/duniawi. Kita tidak bisa menutup mata terhadap kondisi dimana jemaat datang ke gereja tetapi hidupnya sangat terikat pada keindahan dunia dan segala hal yang ditawarkan kepadanya. Kehadirannya di gereja hanya sebagai penggambaran bahwa dia adalah seorang Kristen yang harus beribadah, namun mengenai apa yang harus dilakukannya, yang menjadi penentu adalah kehendak dirinya sendiri. Tidak ada orang yang dapat mengatur atau mengekangnya, mungkin juga termasuk Allah yang telah memberikan kehidupan kepadanya.

Selanjutnya, keindahan dunia mengalihkan nilai-nilai kebenaran yang ada dan membawa kepada nilai-nilai kefanaan. Kesenangan yang ditawarkan dan dialami pada dasarnya hanya membuat manusia mengalami kesenangan yang sementara. Keindahan dan kesenangan hidup yang sebenarnya hanya ditemukan di dalam kasih Kristus, sudah dinyatakan dalam hidup jemaat, dan membawanya mengalami kebahagiaan yang sejati.

Pengajar Palsu : Persuasif dan Daya Pikat
Dalam konteks era saat ini, kita diperhadapkan dengan begitu banyaknya pengajar palsu yang mencoba menarik kebenaran yang sudah dimiliki jemaat. Apa yang mereka hadirkan memberi kontribusi untuk menghancurkan kesatuan di dalam kehidupan jemaat.Untuk itu, kita hendaknya mencermati beberapa hal, yakni:
  1. Metode yang persuasif digunakan dalam mempengaruhi dan mengaburkan iman para jemaat Tuhan di jaman ini. Cara yang digunakan, cara konvensional maupun dengan segala kecanggihan karena era ini dikenal Hi-Tech. Metode kelihatan sangat ‘rohani’, dimana mereka memakai isi Alkitab supaya dianggap orang-orang yang juga menyampaikan isi Alkitab. Hal ini kita katakan sebagai kamuflase kebenaran. Mereka hanya memakai isi Alkitab dengan versinya sebagai selubung untuk memunculkan kehendak mereka, bukan kehendak Allah.
  2. Ajaran yang disampaikan bukan God-Centris (Allah sebagai pusat), tetapi Man-Centris (manusia sebagai pusat). Para pengajar palsu menyampaikan ajarannya dengan cara yang sepertinya dapat diterima oleh logika manusia dan cara-cara yang sangat humanis. Dengan kata lain, cara antropologis humanis, dimana semua berdasarkan pada ukuran manusia dan manusia dapat menerima dengan logikanya. Ini sangat bertentangan dengan cara yang seharusnya dimiliki, yakni Theologis -- berdasarkan pada apa yang menjadi kehendak Allah. Apabila jemaat tidak memiliki pengajaran yang kuat, merekapun punya tendensi dipengaruhi dan dibawa ke arus yang semakin jauh dari kebenaran yang sejati. Tidak terdapat kebenaran yang mengagungkan Tuhan Yesus sebagai Pencipta dan Juru Slamat manusia, melainkan lebih kepada pengagungan oknum si penyampai isi Alkitab. Sadar atau tidak, jemaat dibawa untuk lebih mengutamakan si penyampai berita, dan bukannya Pribadi yang disampaikan (Subyek). Kenyataan ini membawa jemaat hanya memunculkan ketaatan kepada manusia dan bukan kepada Tuhan Yesus, Sang Pencipta dan Pemilik segalanya.

Akan hal ini, jemaat harus mempunyai kepekaan terhadap berita apapun yang disampaikan oleh para pemberita. Untuk memiliki kepekaan tentunya jemaat harus senantiasa hidup dalam keintiman yang benar dengan Tuhan Yesus Kristus dan tetap memiliki kerinduan untuk hidup dalam Firman-Nya dan merenungkan itu siang dan malam, 24 jam selalu terkoneksi dengan Tuhan Yesus Kratus. Seperti Pemazmur katakan: “Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik,...tetapi yang kesukaannya ialah Taurat Tuhan, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam”(Mzm 1:1-2).
Hal-hal yang harus diwaspadai ini ditindak lanjuti dengan sikap proaktif untuk tidak pernah berkompromi dan bersahabat dengan apa yang ditawarkan dunia, tetapi hidupnya sungguh menyenangi apa yang menjadi kesukaan Allah, dan secara otomatis kehadirannya diharapkan akan menghadirkan kesatuan yang mempersatukan.

Jemaat Kristus yang sejati mempunyai panggilan dari Allah sendiri, dan ini merupakan anugerah yang didasarkan dalam ikatan damai sejahtera. Hidup yang telah mengalami perdamaian dengan Allah diimplementasikan dalam mewujudkan kesatuan di dalam jemaat. Kesatuan yang diperjuangkan di tengah jemaat dimunculkan sebagai tindakan yang berkesinambungan. Jemaat harus mendemonstrasikan kesatuan walau ditengah jemaat terdapat keberagaman, seperti berbagai ragam karunia, etnis dan keberagaman lainnya. Keberagaman dilihat dalam pengertian ‘kekayaan’ untuk membangun kesatuan anggota tubuh Kristus. Kesatuan yang ada bukan karena jemaat yang mengusahakan tetapi inisiatif dari Allah sendiri.
Ikatan kasih Kristus menjadi fondasi yang kuat sehingga kesatuan jemaat tidak bisa terpecahkan oleh apapun, pihak manapun dan kondisi apapun. Ikatan kasih yang kuat sungguh mengikat sesama jemaat untuk bersama membangun tubuh Kristus kearah pertumbuhan yang memuliakan Tuhan Yesus. Kemuliaan tertinggi hanya patut diterima oleh Tuhan Yesus Kristus sebagai Kepala Gereja yang telah mempersatukan umat-Nya.

Salam Revival!!! Tuhan Yesus memberkati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar