Sabtu, 26 September 2015

Penyembahan (Worship)

Ada banyak orang dalam kehidupannya merasakan pasang surut dalam pengenalan dan keintiman dengan Tuhan. Kadang kita merasa begitu berapi-api. Pada waktu itu kita akan merasa sebagai orang yang paling kuat sedunia. Tapi kadang juga kita mengalami hubungan yang terasa kering. Terasa Tuhan begitu jauh. Kita mulai mencari permasalahannya, apakah kita melakukan sebuah dosa yang tidak dibereskan? Lalu kita mulai membandingkan keadaan tersebut dengan keadaan waktu pertama kali kita bertobat yang sering disebut sebagai kasih mula-mula.
Begitu banyak orang Kristen mengalami hal ini. Saya pun demikian awalnya. Begitu sulit mengusahakan konsistensi hubungan dengan Tuhan. Saya ingin memiliki hubungan dengan Tuhan seperti yang dialami oleh orang-orang yang “dipakai oleh Tuhan”, baik yang saya kenal maupun yang saya tahu baik melalui buku, majalah, teman dan media lainnya.
Sekarang saya merasa waktu itu saya memang bodoh, tapi tidak ada sesuatu yang sia-sia di hadapan Tuhan, karena semua berada dalam rencanaNya. Jika itu diijinkan terjadi, maka ada rencana Tuhan yang ingin saya pelajari. Namun perubahan saya diawali oleh rangkaian pengertian baru yang ditambahkan dalam hidup saya. Roma 12:2 berkata bahwa kita harus mengalami pembaharuan budi agar dapat membedakan kehendak Allah. Dalam bahasa aslinya, kata ‘membedakan’ juga dapat diartikan sebagai mengenali. Artinya, pengenalan kita terhadap Tuhan sangat tergantung dari paradigma apa yang kita miliki. Itulah mengapa, saya berusaha mengembangkan beberapa paradigma yang berhasil membuat saya tidak mengalami pasang surut dalam kehidupan penyembahan saya.
1. Allah itu roh dan Dia ingin kita menyembahNya dalam roh dan kebenaran (Yohanes 4:23). Saya belajar untuk tidak mengukur kehidupan penyembahan saya dengan parameter jasmani. Misalnya apakah saya merasakan kehadiranNya berupa berdirinya bulu kuduk saya atau merasakan aliran atau hembusan angin di kamar saya. Bukan berarti hal itu adalah salah. Tapi kita harus mengerti bahwa Allah adalah sang penguasa, Dia berdaulat penuh terhadap manifestasi kehadiranNya dalam hidup kita. Sekarang saya bisa merasakan kehadiranNya melalui hal-hal seperti pendalaman Alkitab, waktu merenungkan hal-hal yang terjadi dalam hidup saya, dalam rapat atau bahkan waktu sedang bermain.
• Kita harus belajar bahwa Allah terlalu besar untuk dikotakkan dengan pola pikir kita. Ia adalah Allah yang kreatif. Kita harus membebaskan Dia berkarya dalam hidup kita dalam bentuk-bentuk yang tidak kita duga. Kita juga harus tahu bahwa kita menyembah dalam kebenaran, yaitu Yesus. PengorbananNya telah memberikan jalan untuk mengenal Allah (Yohanes 14:6) dan tidak ada yang dapat memisahkan diri kita daripada kasih Allah (Roma 8:38-39). Berdasarkan kebenaran ini saya belajar untuk masuk ke hadirat Tuhan dengan posisi yang berkemenangan.
2. Alkitab menggambarkan hubungan Kristus dengan jemaat sama seperti hubungan suami dan istri (Efesus 5). Artinya jika kita ingin memiliki hubungan yang benar dengan Tuhan kita bisa melihatnya dari sudut pandang pasangan yang sedang kasmaran. Bagi orang yang sedang jatuh cinta, maka dia akan belajar untuk mempraktekkan kesabaran, pengorbanan, kreativitas, dan saling mengutamakan pasangannya lebih daripada dirinya. Allah telah melakukan itu dengan mengorbankan nyawaNya bagi kita.
• Masalahnya adalah apakah kita mempraktekkan itu? Allah selalu mendambakan kita menjadi mempelai (Matius 25, dll) dan seharusnya seorang mempelai adalah orang yang dewasa. Ciri orang yang dewasa adalah tidak mengukur sesuatu yang ia alami berdasarkan keuntungan atau kesenangan yang ia dapatkan. Justru ia ingin untuk menyenangkan pasangannya. Karena jemaat adalah mempelai wanita yang memiliki tugas untuk tunduk, maka saya belajar untuk tunduk. Segala sesuatu murni hak dari Sang Mempelai Pria. Jika saya berdoa dan tidak mampu merasakanNya, maka saya akan berpikir bahwa Dia sedang bermain petak umpet dengan saya. Kasih mengharapkan segala sesuatu, kasih tidak cemburu. Saya percaya bahwa Dia tidak mungkin sedang mengacuhkan saya. Dia hanya ingin saya mengambil jalur lain untuk berjumpa denganNya. Dalam buku Selamat Pagi Roh Kudus, Billy Graham menjelaskan tentang hal ini. Mungkin kita hanya perlu sedikit berjuang dan mencari jalan lain untuk berjumpa denganNya.
3. Kasih bukan perasaan tetapi perintah. Matius 5:44, Lukas 6:27 menjelaskan bahwa Yesus memerintahkan kita untuk mengasihi musuh kita. Kasih tidak dapat dilakukan dengan mudah. Ia hanya dapat dipraktekkan dengan pengorbanan, karena kasih adalah pengorbanan (Yohanes 15:13, Yohanes 3:16, 1 Yohanes 3:16). Kasih mula-mula berarti adalah kondisi dimana Allah terlebih dahulu (dari mulanya) mengasihi kita, bukan kondisi perasaan kita terhadap Tuhan di awal pertobatan kita. Karena Dia mengasihi saya, maka saya mau untuk mengasihi orang lain. Saat kita belajar untuk mengasihi orang lain, secara tidak sadar kita akan merasakan kasih itu.
• Manusia adalah sebuah bejana (2 Korintus 4:7). PengorbananNya memenuhi bejana kita dengan kasih. Itulah mengapa kita semua manusia selalu menggebu-gebu di awal pertobatanNya karena ia merasakan kasih yang begitu besar. Namun tanpa mengosongi bejana itu, maka usaha apapun untuk mengisi bejana tersebut akan sia-sia karena ia akan meluber. Supaya kita bisa merasakan kembali kasih tersebut, kita harus belajar untuk mengosongkan bejana kita dengan membagikan kasih tersebut kepada orang lain.
4. Dalam Yohanes 15, Yesus memberikan perumpamaan bahwa Ia adalah pokok anggur dan kita adalah rantingnya. Berulang kali di sana Yesus mengatakan untuk tinggal di dalam Dia. Saat kita tinggal di dalam Dia, maka kita akan selalu melekat pada pokok anggur tersebut. Bapa dalam bahasa aslinya berarti ‘sumber’, sedangkan anak berarti ‘yang berasal dari sumber’. Kita tidak akan bisa hidup di luar Dia karena kita akan kehilangan segala sari makanan yang kita perlukan. Yesus menjelaskan di ayat 10 bahwa orang yang tinggal di dalam Dia adalah orang yang menuruti perintahNya. Dan di ayat selanjutnya dengan jelas Ia berkata bahwa perintahNya adalah untuk kita saling mengasihi. Allah adalah kasih (1 Yohanes 4:8). Ia mempraktekkan kasihNya tersebut melalui keKITAanNya (Kejadian 1:26). Allah adalah pribadi yang berkomunitas. Hanya di dalam komunitaslah kita dapat mengasihi. Kasih harus menjadi gaya hidup kita.
5. Penyembahan berasal dari kata "proskuneo", yang artinya digambarkan seperti anjing yang mencium tangan tuannya. Penyembahan bukanlah tentang kita, tetapi yang kita sembah. Penyembahan selalu berfokus pada Sang Tuan. Maka jika kita berdoa dan menyembah, tetapi kita masih memiliki keinginan-keinginan pribadi untuk diperjuangkan, maka sebenarnya kita tidak sedang menyembah Allah. Mungkin kita sedang menyembah diri kita sendiri, karena Tuhan berarti adalah Sang Penguasa Tunggal. Penyembahan adalah masalah sikap hati, bukan ekspresinya. Penyembahan bisa muncul kapan saja, saat kita bekerja, saat kita makan, saat kita bermain ataupun tidur.
Masih banyak pola pikir yang dapat kita kembangkan. Namun 5 hal ini dapat menjadi dasar bagi kita untuk memiliki kehidupan rohani yang benar. Saya percaya Tuhan akan membimbing kita untuk mengenal Dia lebih dalam, asal kita mengijinkanNya untuk berkarya dalam hidup kita. Tuhan tidak pernah meninggalkan kita, kitalah yang selalu meninggalkanNya. Tapi Tuhan tidak pernah bosan untuk selalu menerima kita (Lukas 15:11-32).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar